Behavioral Event Interview (BEI) dalam Proses Rekrutmen SDM

Ditulis oleh Rocky Valentino

Definisi rekrutmen secara sederhana adalah suatu proses untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM). Proses pemenuhan kebutuhan SDM didalam organisasi tidak hanya melihat dari segi kuantitas atas tercapainya pemenuhan kebutuhan tersebut, namun perlu melihat segi kualitas dari proses pemenuhan agar mendapatkan calon atau kandidat yang berkompeten. Rekrutmen memiliki peran vital dalam mendapatkan SDM yang berkompeten untuk dikelola, diarahkan, dan dikembangkan sesuai dengan visi & misi organisasi. Dalam paradigma rekrutmen, kita mengenal prinsip the right man on the right job. Prinsip tersebut secara sederhana menegaskan bahwa dalam merekrut karyawan maka harus sesuai dan cocok dengan pekerjaan/jabatan diminati/dikuasainya. Hal tersebut dilihatnya dari segi kompetensi, baik softskill maupun hardskill serta pengalaman kerja yang sesuai dengan bidang yang dikuasainya.

Kompetensi sendiri, menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Repubik Indonesia nomor: Kep.227/men/2003 adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Keberhasilan perusahaan dalam mendapatkan karyawan yang berkualitas, tentu saja dipengaruhi oleh sistem rekrutmen di perusahaan tersebut. Sistem rekrutmen-rekrutmen diperusahaan secara fungsional diperankan oleh Divisi SDM ataupun HR. Peran seorang HR dalam proses rekrutmen memang sangat besar. Idealnya untuk divisi HR dalam proses rekrutmen dilakukan oleh individu yang memiliki kualifikasi khusus dalam bidang rekrutmen. Fountaine (1999) menuliskan bahwa keberhasilan seseorang dalam proses rekrutmen tergantung dari akurasi terhadap pengukuran kompetensi yang dilakukan, serta penguasaan kompetensi jabatan.

Salah satu teknik pengukuran kompetensi dalam proses rekrutmen adalah metode wawancara (interview). Penggunaan metode wawancara dimaksudkan sebagai proses penggalian informasi terhadap kandidat menggunakan model komunikasi dua arah antara interviewer dan interviewee. Model wawancara yang dikenal dengan istilah “tradisional” merupakan paradigm lama dalam proses wawancara ditempat kerja. Tekniknya memang sangat mudah, dan dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pernah melakukannya. Paradigma modern dalam proses wawancara dikenal dengan istilah behavioral event interview (BEI). BEI adalah teknik wawancara dengan cara menggali informasi mengenai perilaku seseorang yang pernah dilakukannya secara nyata. BEI akan mendorong individu tersebut untuk bercerita secara logis mengenai pengalaman yang berupa perilaku-perilaku yang pernah dilakukan. BEI merupakan teknik wawancara yang terstandar. Penggunaan teknik BEI dalam implementasinya diintegrasikan dengan standar kompetensi yang ingin diukur. Sehingga istilah BEI dikenal dengan istilah lain “competency based interview” (CBI). Obyektivitas pengukuran kompetensi menggunakan BEI didasarkan pada standar kompetensi yang disusun oleh interviewer. Sehingga informasi yang diungkapkan oleh interviewee merupakan evidence base hasil interview dan digunakan sebagai indikator penilaian.

BEI sangat praktis digunakan didalam proses rekrutmen ataupun asessmen center. Dengan menggunakan teknik BEI kita dapat melihat kompetensi individu yang pernah dilakukan. Saya mengambil satu contoh dalam wawancara untuk posisi Marketing Supervisor. Contoh pertanyaannya, “bisa anda ceritakan mengenai tugas-tugas anda sebagai marketing? Maka secara otomatis interviewee akan bercerita panjang dan lebar, karena dari segi pengalaman dia sangat menguasai dibandingkan kita. Namun kita harus tetep fokus kepada setiap jawaban yang diungkapkan interviewee tersebut. Kemudian untuk pertanyaan berikutnya, kita tidak perlu buru-buru berganti topik pertanyaan. Namun kita bisa ambil 1 (satu) frame darijawaban atas tugas-tugas tadi yang dipaparkan oleh interviewee menjadi beberapa pertanyaan detai. Saya mengambil contoh, “tadi bapak ceritakan bahwa tugas bapak adalah memanage tim yang ada didivisi marketing, bisa anda ceritakan siapa saja yang ada di tim itu?bagaimana cara bapak memanage-nya?……… dan lain sebagainya. Kemudian bagaimana jika interviewee (Si A) belum memiliki pengalaman kerja atau seorang freshgraduate?bagaimana dia menceritakan tentang marketing?

Dengan BEI kita pun bisa melihat ”potensi” yang dimiliki individu tersebut berkaitan dengan standar kompetensi yang diukur, sehingga kita dapat melakukan prediksi terhadap perilaku pada pekerjaan nantinya serta kita dapat memperoyeksikan potensinya tersebut dengan kebutuhan kompetensi jabatan. Untuk kasus diatas (Si A), yang melamar untuk posisi marketing, maka saya tidak akan pernah menanyakan yang berkaitan dengan marketing. Hal ini dikarenakan, ketika saya bertanya mengenai divisi marketing, maka yang akan muncul adalah jawaban-jawaban idealis dari interviewee, lebih mengarah kepada informasi-informasi bersifat normative. Cukup sesekali menyanyakan tentang pembelajaran interviewee dalam mengetahui tentang lingkup marketing dan konsep dasar marketing. Kemudian pertanyaan yang biasa dilontarkan, contohnya “pernah tidak anda terlibat dalam kepanitiaan/organisasi?bisa diceritakan?pernah tidak anda mendapatkan tugas yang anda pikir itu sangat sulit dan menantang? Dengan pertanyaan diatas maka kita bisa melihat dan mengukur kemampuan sosialisasinya, kemampuan manajemen waktnya, motivasinya, dan lain sebagainya.

Teknik BEI memang sangat praktis dilakukan dalam proses rekrutmen karyawan. Namun tidak semua orang dapat melakukannya dengan efektif. Diperlukan waktu untuk belajar. Perlu kemampuan khusus untuk mempergunakan teknik BEI secara implementatif. Disamping itu juga relevansi dengan jam terbang seorang interviewer juga sangat mendukung efektivitasnya.

Pengembangan Karir di Perusahaan

Salah satu fungsi Human Resources (HR) adalah pengembangan karyawan. Pengembangan karyawan yang dimaksud adalah suatu proses perencanaan dan pengembangan kompetensi karyawan secara sistematis sesuai dengan jenjang kualifikasi jabatan didalam organisasi perusahaan. Model aplikasi pengembangan karyawan yang diterapkan di perusahaan-perusahaan adalah sistem manajemen karir (career management system).

Sistem manajemen karir adalah suatu rangkaian atau urutan posisi jabatan yang mungkin akan dipegang seorang karyawan selama masa kerja di suatu perusahaan. Sistem manajemen karir bertujuan untuk memberikan dorongan atau keyakinan seseorang untuk mengarahkan diri (untuk suatu posisi/jabatan) selama perjalanan kehidupan kerjanya. Karir merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai oleh seorang karyawan. Johanes (2002) dalam bukunya menuliskan bahwa tujuan hidup yang dikejar banyak orang adalah sukses dalam kerja & bisnis. Fokus utamanya berupa mendapatkan promosi jenjang karir di level manajemen dengan imbalan gaji yang besar.

Karir menjadi prioritas utama ketika seorang karyawan mulai merasa nyaman dalam bekerja di suatu perusahaan. Kondisi ini adalah ketika seorang karyawan mampu melakukan adaptasi, produktif, loyal, komitmen, serta adanya kesesuaian pemenuhan hak dan kewajiban dalam pengupahan. Risma (2009) menuliskan bahwa karir merupakan suatu hal yang penting karena dapat memperkuat dan meningkatkan identitas dan status individu serta meningkatkan harga diri. Karir juga merupakan rangkaian pengalaman peran yang apabila diurut dengan tepat menuju pada tingkat tanggung jawab, status, kekuasaan, dan ganjaran. Namun untuk mencapai tingkat karir tertentu bukanlah suatu hal yang sederhana. Diperlukan proses yang panjang dan bertahap serta kemampuan dan motivasi kerja yang tinggi untuk mencapai jenjang karir yang diinginkan.

Karir pada dasarnya merupakan alat kebijakan yang didesain oleh perusahaan agar menarik, adil dan menciptakan iklim kompetitif positif didalam internal organisasi. Karir dirancang menggunakan konsep teori motivasi Hierarcy Maslow, dengan model proses/rangkaian yang berjenjang, dimana semakin tinggi tingkatan karir, maka semakin tinggi posisi /jabatan didalam suatu pekerjaan. Hal tersebut secara otomatis pendapatan/upah yang diterima oleh seorang karyawan semakin besar dan relevan dengan tingkatan posisi/jabatan tersebut.

Tidak semua perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki sistem manajemen karir yang sistematis. Dari data yang diperoleh ternyata terdapat perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan sistem karir dengan baik. Johanes (2002) menuliskan dalam bukunya ada seseorang orang yang telah bekerja selama belasan bahkan berpuluh tahun tanpa mendapatkan peningkatan karir dan penghasilan yang berarti, sedangkan ada seseorang yang hanya dalam beberapa tahun saja telah mendapatkan posisi karir yang signifikan dan penghasilan yang tinggi.

Kemudian permasalahan yang sering dijumpai ketika seseorang mulai memasuki didunia kerja dan bergabung disuatu perusahaan, dapatkah karyawan tersebut menerka dan melihat bagamimana perjalanan karirnya 10 tahun kedepan di perusahaan tersebut? Seperti contoh seseorang dengan lulusan SMU dengan karir awal dibagian administrasi sebagai junior staf, bisa jadi 10 tahun mendatang karyawan tersebut menjadi supervisor administration. Kemudian seorang lulusan SMK dengan awal karir diposisi operator produksi, maka bisa jadi 15 tahun mendatang diangkat menjadi manager produksi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesuksesan karir seseorang. Diantaranya seperti kompetensi, kemampuan skill, produktivitas, motivasi, karakter, sikap kerja, relasi, komitmen dan loyalitas. Akan tetapi ketika seseorang yang memiliki kemampuan yang seperti dituliskan tersebut diatas ternyata menunjukan kinerja yang baik disuatu perusahaan, sedangkan perusahaan tidak memberikan fasilitas jenjang karir yang sistematis, tentu saja keadaan seseorang tersebut tidak akan adanya perubahan yang signifikan dalam peningkatan derajat jabatannya.

Berbeda ketika seseorang tersebut bekerja disuatu perusahaan dengan sistem karir yang sistematis dan kompetitif dari level bawah sampai level puncak, maka secara otomatis seseorang tersebut akan merasa terpacu untuk bekerja giat guna meningkatkan derajat kerja yang lebih baik. Kondisi inilah yang kemudian tidak membuat seorang karyawan untuk memutuskan pindah dari sebuah perusahaan ke perusahaan lainnya hanya karena posisi/jabatan yang lebih menjanjikan. Sistem karir yang baik didalam suatu organisasi perusahaan idealnya dimulai dari level bawah sampai dengan level puncak untuk masing-masing posisi pekerjaan. Contoh data yang terdapat disalah satu perusahaan minyak di Indonesia, dengan desain sistem karir yang dimulai dari level operator/non staf, junior staf, senior staf sampai pada level manajerial. Kemudian di perusahaan otomotif yang memiliki jenjang karir dari level operator, junior staf, senior staf, supervisor, kepala seksi, manager dan general manager (GM).

Seorang karyawan yang baru masuk bekerja disuatu perusahaan dengan jenjang karir yang jelas dan sistematis, maka karyawan tersebut menjadi tahu mengenai perjalanan karirnya kedepan selama bekerja di perusahaan tersebut. Karyawan menjadi paham mengenai standar kualifikasi kompetensi dimasing-,masing level jabatan yang harus dipenuhinya. Karyawan dituntut untuk dapat memenuhi standar kualifikasi dimasing-masing jabatan dengan kompetensi yang dimilikinya. Salah satunya melalui program pengembangan SDM yaitu pelatihan.

Penelitian yang dilakukan oleh Risma (2009) mengungkapkan bahwa adanya korelasi antara intensitas pelatihan kerja terhadap pengembangan karir. Dengan adanya pelatihan kerja yang efektif maka akan meningkatan motivasi pengembangan karir pada karyawan. Menurut Gomes (dalam Risma, 2009), pengembangan karir sebagai bagian dari tahap-tahap manajemen sumber daya manusia dalam suatu perusahaan, akan membuat perusahaan dan karyawan dapat mencapai suatu kesepakatan mengenai kompetensi, pelatihan, dan pengembangan serta jenjang dan jalur karir yang sesuai untuk mencapai tujuan, baik tujuan perusahaan maupun tujuan pribadi karyawan dalam bentuk kemitraan. Dan Sebagai aktualisasi dari proses pengembangan karir, pelatihan kerja mempunyai peran penting dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan.

Assessment Center

Ditulis oleh Rocky Valentino

Assessment Center (AC) adalah suatu metode pengukuran kompetensi individu/karyawan yang berbasis kompetensi. Assessment Center dirancang berdasarkan standarisasi organisasi terhadap indikator keberhasilan kinerja individu/karyawan.  

Assessment Center yang merupakan suatu metodologi untuk mengukur, menilai atau mengevaluasi perilaku individu dalam pekerjaan sehingga hasil dari proses Assessment Center dapat digunakan dalam stategi pengembangan SDM dalam suatu organisasi.

Manfaat yang dapat digunakan dari hasil Assessment Center antara lain:

  1. Memperoleh kriteria yang jelas mengenai suatu jabatan tertentu.
  2.  Memperoleh kriteria yang jelas mengenai suatu kompetensi & potensi individu atau individual mapping competence matriks dalam people development system. 
  3. Sebagai alat bantu pengembangan karir dan mengidentifikasi kader-kader pemimpin melalui suatu metode yang memiliki akurasi dan obyektifitas yang valid dan reliabel.
  4. Menghasilkan strategi dan tindakan pengembangan yang spesifik dan terencana bagi individu dalam pengembangan karir.
  5.  Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan karyawan secara struktural, fungsional dan managerial.
  6. Manfaat bagi pemimpin organisasi kerja, dapat dipergunakan sebagai alat/sarana pengambilan keputusan yang berkaitan dengan SDM seperti rekruitment, job placement, promosi, mutasi dan pengembangan karir karyawan.

Assessment Center sebenarnya sangat sederhana penerapan dalam pengukuran kompetensi karyawan.  Untuk memudahkan implementasinya dilapangan, maka pertama-pertama kita harus memahami karakteristik dari assessment center, diantaranya:

  1.  Assessment Center dirancang berdasarkan pada standarisasi kompetensi suatu jabatan tertentu
  2. Didesain menggunakan multiple-method untuk memperoleh data yang lebih akurat dan spesifik.  Dapat menggunakan berbagai simulasi yang mencerminkan perilaku yang menjadi prasyarat jabatan yang akan diduduki.
  3. Menggunakan teknik/tools sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang diukur
  4.  Idealnya dilakukan didalam suatu ruangan yang sudah didesain sebagai assessment center room, dimana didalam satu kegiatan asesmen diikuti oleh 5-6 orang asesi yang harus mengikuti semua simulasi atau exercise yang sama dalam 1- 3 hari kegiatan asesmen. Setiap asesi akan diobsevasi/ dievaluasi oleh sekurang-kurangnya 2 orang Asesor.
  5. Jika tidak ada ruangan khusus assessment center maka dapat menggunakan ruangan yang didesain nyaman dan kondusif.
  6. Setiap Asesor harus menerima pelatihan kompensi assessor dan mampu menerapkan prosedur implementasi pedoman kinerja penilai sebelum terlibat dalam sebuah Assessment Center.
  7. Beberapa prosedur sistematis harus digunakan oleh Asesor untuk mencatat secara akurat pengamatan terhadap perilaku spesifik (evidence) pada saat proses aktivitas assessment berlangsung.  Perlu mempersiapkan aplikasi form-form standar yang didesain untuk mencatat evidence.
  8. Asesor harus mencatat setiap evidence yang muncul ketika proses assessement berlangsung dan melakukan evaluasi sesuai dengan standar tools yang dipakai.
  9. Dilakukan integrasi data dari masing-masing assessor untuk mencapai tingkat akurasi, dan reliabilitas pengukuran.
  10. Yang harus diperhatikan bahwa asesi di evaluasi berdasarkan kriteria/ standar kompetensi yang telah ditentukan dengan jelas, dan bukan dibandingkan satu sama lain.

Metode assessment center yang dilakukan dapat menggunakan simulasi/tools/instrumen, antara lain:

a.     Metode Observasi (Observation Method, individual/organization design)

b.     Metode Wawancara (Behavioral Event Interview)

c.     Pengukuran Psikologi (measure & test)

d.     Metode angket (Quetionaire)

e.     Metode Diskusi (Focus Group Discussion/FGD, Leaderless Group Disscusion/LGD).

f.      Aktivitas Kelompok (group activities, role play, simulation & games)

g.     Metode in Basketcase.

h.     Presentasi

i.      Case analysis

j.   360 degree interview