Behavioral Event Interview (BEI) dalam Proses Rekrutmen SDM

Ditulis oleh Rocky Valentino

Definisi rekrutmen secara sederhana adalah suatu proses untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM). Proses pemenuhan kebutuhan SDM didalam organisasi tidak hanya melihat dari segi kuantitas atas tercapainya pemenuhan kebutuhan tersebut, namun perlu melihat segi kualitas dari proses pemenuhan agar mendapatkan calon atau kandidat yang berkompeten. Rekrutmen memiliki peran vital dalam mendapatkan SDM yang berkompeten untuk dikelola, diarahkan, dan dikembangkan sesuai dengan visi & misi organisasi. Dalam paradigma rekrutmen, kita mengenal prinsip the right man on the right job. Prinsip tersebut secara sederhana menegaskan bahwa dalam merekrut karyawan maka harus sesuai dan cocok dengan pekerjaan/jabatan diminati/dikuasainya. Hal tersebut dilihatnya dari segi kompetensi, baik softskill maupun hardskill serta pengalaman kerja yang sesuai dengan bidang yang dikuasainya.

Kompetensi sendiri, menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Repubik Indonesia nomor: Kep.227/men/2003 adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Keberhasilan perusahaan dalam mendapatkan karyawan yang berkualitas, tentu saja dipengaruhi oleh sistem rekrutmen di perusahaan tersebut. Sistem rekrutmen-rekrutmen diperusahaan secara fungsional diperankan oleh Divisi SDM ataupun HR. Peran seorang HR dalam proses rekrutmen memang sangat besar. Idealnya untuk divisi HR dalam proses rekrutmen dilakukan oleh individu yang memiliki kualifikasi khusus dalam bidang rekrutmen. Fountaine (1999) menuliskan bahwa keberhasilan seseorang dalam proses rekrutmen tergantung dari akurasi terhadap pengukuran kompetensi yang dilakukan, serta penguasaan kompetensi jabatan.

Salah satu teknik pengukuran kompetensi dalam proses rekrutmen adalah metode wawancara (interview). Penggunaan metode wawancara dimaksudkan sebagai proses penggalian informasi terhadap kandidat menggunakan model komunikasi dua arah antara interviewer dan interviewee. Model wawancara yang dikenal dengan istilah “tradisional” merupakan paradigm lama dalam proses wawancara ditempat kerja. Tekniknya memang sangat mudah, dan dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pernah melakukannya. Paradigma modern dalam proses wawancara dikenal dengan istilah behavioral event interview (BEI). BEI adalah teknik wawancara dengan cara menggali informasi mengenai perilaku seseorang yang pernah dilakukannya secara nyata. BEI akan mendorong individu tersebut untuk bercerita secara logis mengenai pengalaman yang berupa perilaku-perilaku yang pernah dilakukan. BEI merupakan teknik wawancara yang terstandar. Penggunaan teknik BEI dalam implementasinya diintegrasikan dengan standar kompetensi yang ingin diukur. Sehingga istilah BEI dikenal dengan istilah lain “competency based interview” (CBI). Obyektivitas pengukuran kompetensi menggunakan BEI didasarkan pada standar kompetensi yang disusun oleh interviewer. Sehingga informasi yang diungkapkan oleh interviewee merupakan evidence base hasil interview dan digunakan sebagai indikator penilaian.

BEI sangat praktis digunakan didalam proses rekrutmen ataupun asessmen center. Dengan menggunakan teknik BEI kita dapat melihat kompetensi individu yang pernah dilakukan. Saya mengambil satu contoh dalam wawancara untuk posisi Marketing Supervisor. Contoh pertanyaannya, “bisa anda ceritakan mengenai tugas-tugas anda sebagai marketing? Maka secara otomatis interviewee akan bercerita panjang dan lebar, karena dari segi pengalaman dia sangat menguasai dibandingkan kita. Namun kita harus tetep fokus kepada setiap jawaban yang diungkapkan interviewee tersebut. Kemudian untuk pertanyaan berikutnya, kita tidak perlu buru-buru berganti topik pertanyaan. Namun kita bisa ambil 1 (satu) frame darijawaban atas tugas-tugas tadi yang dipaparkan oleh interviewee menjadi beberapa pertanyaan detai. Saya mengambil contoh, “tadi bapak ceritakan bahwa tugas bapak adalah memanage tim yang ada didivisi marketing, bisa anda ceritakan siapa saja yang ada di tim itu?bagaimana cara bapak memanage-nya?……… dan lain sebagainya. Kemudian bagaimana jika interviewee (Si A) belum memiliki pengalaman kerja atau seorang freshgraduate?bagaimana dia menceritakan tentang marketing?

Dengan BEI kita pun bisa melihat ”potensi” yang dimiliki individu tersebut berkaitan dengan standar kompetensi yang diukur, sehingga kita dapat melakukan prediksi terhadap perilaku pada pekerjaan nantinya serta kita dapat memperoyeksikan potensinya tersebut dengan kebutuhan kompetensi jabatan. Untuk kasus diatas (Si A), yang melamar untuk posisi marketing, maka saya tidak akan pernah menanyakan yang berkaitan dengan marketing. Hal ini dikarenakan, ketika saya bertanya mengenai divisi marketing, maka yang akan muncul adalah jawaban-jawaban idealis dari interviewee, lebih mengarah kepada informasi-informasi bersifat normative. Cukup sesekali menyanyakan tentang pembelajaran interviewee dalam mengetahui tentang lingkup marketing dan konsep dasar marketing. Kemudian pertanyaan yang biasa dilontarkan, contohnya “pernah tidak anda terlibat dalam kepanitiaan/organisasi?bisa diceritakan?pernah tidak anda mendapatkan tugas yang anda pikir itu sangat sulit dan menantang? Dengan pertanyaan diatas maka kita bisa melihat dan mengukur kemampuan sosialisasinya, kemampuan manajemen waktnya, motivasinya, dan lain sebagainya.

Teknik BEI memang sangat praktis dilakukan dalam proses rekrutmen karyawan. Namun tidak semua orang dapat melakukannya dengan efektif. Diperlukan waktu untuk belajar. Perlu kemampuan khusus untuk mempergunakan teknik BEI secara implementatif. Disamping itu juga relevansi dengan jam terbang seorang interviewer juga sangat mendukung efektivitasnya.

Pengembangan Karir di Perusahaan

Salah satu fungsi Human Resources (HR) adalah pengembangan karyawan. Pengembangan karyawan yang dimaksud adalah suatu proses perencanaan dan pengembangan kompetensi karyawan secara sistematis sesuai dengan jenjang kualifikasi jabatan didalam organisasi perusahaan. Model aplikasi pengembangan karyawan yang diterapkan di perusahaan-perusahaan adalah sistem manajemen karir (career management system).

Sistem manajemen karir adalah suatu rangkaian atau urutan posisi jabatan yang mungkin akan dipegang seorang karyawan selama masa kerja di suatu perusahaan. Sistem manajemen karir bertujuan untuk memberikan dorongan atau keyakinan seseorang untuk mengarahkan diri (untuk suatu posisi/jabatan) selama perjalanan kehidupan kerjanya. Karir merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai oleh seorang karyawan. Johanes (2002) dalam bukunya menuliskan bahwa tujuan hidup yang dikejar banyak orang adalah sukses dalam kerja & bisnis. Fokus utamanya berupa mendapatkan promosi jenjang karir di level manajemen dengan imbalan gaji yang besar.

Karir menjadi prioritas utama ketika seorang karyawan mulai merasa nyaman dalam bekerja di suatu perusahaan. Kondisi ini adalah ketika seorang karyawan mampu melakukan adaptasi, produktif, loyal, komitmen, serta adanya kesesuaian pemenuhan hak dan kewajiban dalam pengupahan. Risma (2009) menuliskan bahwa karir merupakan suatu hal yang penting karena dapat memperkuat dan meningkatkan identitas dan status individu serta meningkatkan harga diri. Karir juga merupakan rangkaian pengalaman peran yang apabila diurut dengan tepat menuju pada tingkat tanggung jawab, status, kekuasaan, dan ganjaran. Namun untuk mencapai tingkat karir tertentu bukanlah suatu hal yang sederhana. Diperlukan proses yang panjang dan bertahap serta kemampuan dan motivasi kerja yang tinggi untuk mencapai jenjang karir yang diinginkan.

Karir pada dasarnya merupakan alat kebijakan yang didesain oleh perusahaan agar menarik, adil dan menciptakan iklim kompetitif positif didalam internal organisasi. Karir dirancang menggunakan konsep teori motivasi Hierarcy Maslow, dengan model proses/rangkaian yang berjenjang, dimana semakin tinggi tingkatan karir, maka semakin tinggi posisi /jabatan didalam suatu pekerjaan. Hal tersebut secara otomatis pendapatan/upah yang diterima oleh seorang karyawan semakin besar dan relevan dengan tingkatan posisi/jabatan tersebut.

Tidak semua perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki sistem manajemen karir yang sistematis. Dari data yang diperoleh ternyata terdapat perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan sistem karir dengan baik. Johanes (2002) menuliskan dalam bukunya ada seseorang orang yang telah bekerja selama belasan bahkan berpuluh tahun tanpa mendapatkan peningkatan karir dan penghasilan yang berarti, sedangkan ada seseorang yang hanya dalam beberapa tahun saja telah mendapatkan posisi karir yang signifikan dan penghasilan yang tinggi.

Kemudian permasalahan yang sering dijumpai ketika seseorang mulai memasuki didunia kerja dan bergabung disuatu perusahaan, dapatkah karyawan tersebut menerka dan melihat bagamimana perjalanan karirnya 10 tahun kedepan di perusahaan tersebut? Seperti contoh seseorang dengan lulusan SMU dengan karir awal dibagian administrasi sebagai junior staf, bisa jadi 10 tahun mendatang karyawan tersebut menjadi supervisor administration. Kemudian seorang lulusan SMK dengan awal karir diposisi operator produksi, maka bisa jadi 15 tahun mendatang diangkat menjadi manager produksi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesuksesan karir seseorang. Diantaranya seperti kompetensi, kemampuan skill, produktivitas, motivasi, karakter, sikap kerja, relasi, komitmen dan loyalitas. Akan tetapi ketika seseorang yang memiliki kemampuan yang seperti dituliskan tersebut diatas ternyata menunjukan kinerja yang baik disuatu perusahaan, sedangkan perusahaan tidak memberikan fasilitas jenjang karir yang sistematis, tentu saja keadaan seseorang tersebut tidak akan adanya perubahan yang signifikan dalam peningkatan derajat jabatannya.

Berbeda ketika seseorang tersebut bekerja disuatu perusahaan dengan sistem karir yang sistematis dan kompetitif dari level bawah sampai level puncak, maka secara otomatis seseorang tersebut akan merasa terpacu untuk bekerja giat guna meningkatkan derajat kerja yang lebih baik. Kondisi inilah yang kemudian tidak membuat seorang karyawan untuk memutuskan pindah dari sebuah perusahaan ke perusahaan lainnya hanya karena posisi/jabatan yang lebih menjanjikan. Sistem karir yang baik didalam suatu organisasi perusahaan idealnya dimulai dari level bawah sampai dengan level puncak untuk masing-masing posisi pekerjaan. Contoh data yang terdapat disalah satu perusahaan minyak di Indonesia, dengan desain sistem karir yang dimulai dari level operator/non staf, junior staf, senior staf sampai pada level manajerial. Kemudian di perusahaan otomotif yang memiliki jenjang karir dari level operator, junior staf, senior staf, supervisor, kepala seksi, manager dan general manager (GM).

Seorang karyawan yang baru masuk bekerja disuatu perusahaan dengan jenjang karir yang jelas dan sistematis, maka karyawan tersebut menjadi tahu mengenai perjalanan karirnya kedepan selama bekerja di perusahaan tersebut. Karyawan menjadi paham mengenai standar kualifikasi kompetensi dimasing-,masing level jabatan yang harus dipenuhinya. Karyawan dituntut untuk dapat memenuhi standar kualifikasi dimasing-masing jabatan dengan kompetensi yang dimilikinya. Salah satunya melalui program pengembangan SDM yaitu pelatihan.

Penelitian yang dilakukan oleh Risma (2009) mengungkapkan bahwa adanya korelasi antara intensitas pelatihan kerja terhadap pengembangan karir. Dengan adanya pelatihan kerja yang efektif maka akan meningkatan motivasi pengembangan karir pada karyawan. Menurut Gomes (dalam Risma, 2009), pengembangan karir sebagai bagian dari tahap-tahap manajemen sumber daya manusia dalam suatu perusahaan, akan membuat perusahaan dan karyawan dapat mencapai suatu kesepakatan mengenai kompetensi, pelatihan, dan pengembangan serta jenjang dan jalur karir yang sesuai untuk mencapai tujuan, baik tujuan perusahaan maupun tujuan pribadi karyawan dalam bentuk kemitraan. Dan Sebagai aktualisasi dari proses pengembangan karir, pelatihan kerja mempunyai peran penting dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan.

Assessment Center

Ditulis oleh Rocky Valentino

Assessment Center (AC) adalah suatu metode pengukuran kompetensi individu/karyawan yang berbasis kompetensi. Assessment Center dirancang berdasarkan standarisasi organisasi terhadap indikator keberhasilan kinerja individu/karyawan.  

Assessment Center yang merupakan suatu metodologi untuk mengukur, menilai atau mengevaluasi perilaku individu dalam pekerjaan sehingga hasil dari proses Assessment Center dapat digunakan dalam stategi pengembangan SDM dalam suatu organisasi.

Manfaat yang dapat digunakan dari hasil Assessment Center antara lain:

  1. Memperoleh kriteria yang jelas mengenai suatu jabatan tertentu.
  2.  Memperoleh kriteria yang jelas mengenai suatu kompetensi & potensi individu atau individual mapping competence matriks dalam people development system. 
  3. Sebagai alat bantu pengembangan karir dan mengidentifikasi kader-kader pemimpin melalui suatu metode yang memiliki akurasi dan obyektifitas yang valid dan reliabel.
  4. Menghasilkan strategi dan tindakan pengembangan yang spesifik dan terencana bagi individu dalam pengembangan karir.
  5.  Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan karyawan secara struktural, fungsional dan managerial.
  6. Manfaat bagi pemimpin organisasi kerja, dapat dipergunakan sebagai alat/sarana pengambilan keputusan yang berkaitan dengan SDM seperti rekruitment, job placement, promosi, mutasi dan pengembangan karir karyawan.

Assessment Center sebenarnya sangat sederhana penerapan dalam pengukuran kompetensi karyawan.  Untuk memudahkan implementasinya dilapangan, maka pertama-pertama kita harus memahami karakteristik dari assessment center, diantaranya:

  1.  Assessment Center dirancang berdasarkan pada standarisasi kompetensi suatu jabatan tertentu
  2. Didesain menggunakan multiple-method untuk memperoleh data yang lebih akurat dan spesifik.  Dapat menggunakan berbagai simulasi yang mencerminkan perilaku yang menjadi prasyarat jabatan yang akan diduduki.
  3. Menggunakan teknik/tools sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang diukur
  4.  Idealnya dilakukan didalam suatu ruangan yang sudah didesain sebagai assessment center room, dimana didalam satu kegiatan asesmen diikuti oleh 5-6 orang asesi yang harus mengikuti semua simulasi atau exercise yang sama dalam 1- 3 hari kegiatan asesmen. Setiap asesi akan diobsevasi/ dievaluasi oleh sekurang-kurangnya 2 orang Asesor.
  5. Jika tidak ada ruangan khusus assessment center maka dapat menggunakan ruangan yang didesain nyaman dan kondusif.
  6. Setiap Asesor harus menerima pelatihan kompensi assessor dan mampu menerapkan prosedur implementasi pedoman kinerja penilai sebelum terlibat dalam sebuah Assessment Center.
  7. Beberapa prosedur sistematis harus digunakan oleh Asesor untuk mencatat secara akurat pengamatan terhadap perilaku spesifik (evidence) pada saat proses aktivitas assessment berlangsung.  Perlu mempersiapkan aplikasi form-form standar yang didesain untuk mencatat evidence.
  8. Asesor harus mencatat setiap evidence yang muncul ketika proses assessement berlangsung dan melakukan evaluasi sesuai dengan standar tools yang dipakai.
  9. Dilakukan integrasi data dari masing-masing assessor untuk mencapai tingkat akurasi, dan reliabilitas pengukuran.
  10. Yang harus diperhatikan bahwa asesi di evaluasi berdasarkan kriteria/ standar kompetensi yang telah ditentukan dengan jelas, dan bukan dibandingkan satu sama lain.

Metode assessment center yang dilakukan dapat menggunakan simulasi/tools/instrumen, antara lain:

a.     Metode Observasi (Observation Method, individual/organization design)

b.     Metode Wawancara (Behavioral Event Interview)

c.     Pengukuran Psikologi (measure & test)

d.     Metode angket (Quetionaire)

e.     Metode Diskusi (Focus Group Discussion/FGD, Leaderless Group Disscusion/LGD).

f.      Aktivitas Kelompok (group activities, role play, simulation & games)

g.     Metode in Basketcase.

h.     Presentasi

i.      Case analysis

j.   360 degree interview

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Ditulis oleh Rocky Valentino

Sesuai dengan dasar hukum UU No. 1  tahun 1970 menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya-upaya praktis untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja debgan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Bidang K3 merupakan studi praktis yang berkaitan dengan implementasi sistem manajemen suatu perusahaan. Didalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga diatur tentang jaminan keselamatan & kesehatan kerja bagi seluruh karyawan yang bekerja. Namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai perusahaan-perusahaan yang kurang memperhatikan tentang faktor keselamatan & kesehatan kerja, sehingga sering dijumpai kasus-kasus kecelakaan kerja yang merugikan pihak karyawan. Menurut data yang dituliskan oleh media online pos kota tercatat bahwa kasus kecelakaan kerja masih relatif tinggi, yakni mencapai 88.492 kasus (www.poskota.co.id/05/10/10). Kondisi tersebut tentu saja masih memprihatinkan mengingat hal tersebut bertolak belakang dengan visi & misi pemerintah mengenai jaminan keselamatan & kecelakaan kerja.  Kasus-kasus kecelakaan kerja yang sering dijumpai yakni bidang industri, konstruksi, pertambangan, dan sisanya disektor lainnya. Kasus kecelakaan kerja yang masih hangat dibicarakan adalah kasus kecelakaan tabrakan kereta api Senja Utama dengan Kereta Argo yang terjadi pemalang menyebabkan korban meninggal dunia. Akan tetapi yang patut disayangkan mengenai hasil investigasi awal yang menyebutkan bahwa faktor penyebab kecelakaan kerja karena “human error“. Sebetulnya masih perlu banyak dikaji dan dilakukan analisa yang detail untuk mengidentifikasi kecelakaan kereta api tersebut dari dari data kronologis, serta data sekunder mengenai sistem kerja, peralatan, teknologi, material-material disekitar, kesehatan, dan lain sebagainya, supaya ditemukan suatu preventif akan solusi untuk dilakukan perbaikan, bukan hanya sekedar menyelesaikan maslah yang saat itu muncul dan hilang (selesai).  

Implementasi mengenai keselamatan & kesehatan kerja secara praktis dirancang melalui suatu sistem yang dinamakan dengan Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SM-K3) atau dalam paradigma modern dikenal dengan istilah “HSE / SHE ” (Health Safety & Environment). Setiap perusahaan idealnya wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dan sistematis untuk menjamin faktor resiko terhadap keselamatan & kesehatan di lingkungan kerja. Penerapan sistem manajemen K3 dimulai dari:

Pembentukan komitmen

Komitmen merupakan modal utama dalam penerapan K3 secara riil mengenai arti penting keselamatan & kesehatan kerja. Pembentukan komitmen tentang arti pentingnya K3 harus dimulai dari level TOP MANAGEMENT supaya penerapan sistem K3 berjalan efektif dan optimal.  Sesuai dengan UU No 1 tahun 1970 dijelaskan bahwa unsur pimpinan (direktur) bertanggungjawab untuk melaksanakan keselamatan & kesehatan kerja. Unsur pimpinan inilah yang nantinya diharapkan mampu membuat kebijakan-kebijakan yang positif tentang K3 dan mampu menggerakan aspek-aspek penunjang/fasiltas sampai dengan karyawan-karyawan level bawah untuk menjalankan fungsi K3 untuk mencapai “ZERO ACCIDENT”

Perencanaan

Perencanaan disini dimaksudkan sebagai dasar penerapan program kerja K3 yang nantinya akan dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh karyawan. Dalam menentukan program kerja K3, idealnya komite K3 melakukan assessment di area kerja mengenai maslah-masalah K3 di perusahaan tersebut. Cara mudah biasanya menggunakan teknik.tools berupa HIRARC (High Identification Risk Assessment & Risk Control), yaitu suatu cara/teknik mengidentifikasi potensi-potensi bahaya yang kemungkinan bisa menimbulkan kecelakaan kerja/penyakit kerja dan melakukan langkah penanggulangan sebagai kontrol/preventif. Dapat dilakukan dengan identifikasi potensi, penilaian faktor resiko dan pengendalian faktor resiko.

Pengorganisasian

Bentuk komitmen dari pimpinan perusahaan selain melalui kebijakan tertulis, dapat juga memfasilitasi pembentukan komite K3 yang khusus menangani permasalahan K3 yang terdiri dari berbagai wakil dari divisi yang terlibat sesuai dengan kompetensinya masing-masing.  

Selain itu yang paling penting untuk menggerakan orhganisasi/komite K3 tersebut diperlukan seorang “ahli K3” yaitu seseorang yang berkompeten di bidang K3 yang telah tersertifikasi sebagai ahli K3.  Mengapa demikian? karena dala penerapan program kerja serta aktivitas-aktivitas K3 tidak bisa lepas dari visi dan misi ahli K3 tersebut yang mampu menggerakan jalannya oranisasi kerja. Efektivitas komite K3 tentu saja diperhitungkan dari penerapan program-program K3 yang tersistematis dan mendapatkan support dari seluruh level karyawan.

Penerapan

Penerapan K3 tentu saja berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas program-program kerja K3 secara optimal.  Harus disertai evidence serta bukti-bukti lapangan mengenai penerpan program kerja tersebut.  Contoh program kerja yang bisa dilakukan yaitu semacam safety campaign, safety sign, safety training, safety talk, safety for visitor, safety for contractor, simulasi & evakuasi, safety alert, dll.

Pengendalian

Setiap penerapan program-program K3 harus dilakukan pelaporan sebagai bukti evidence sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilakukan perbaikan secara bertahap.  Pelaporan K3 harus disusun secara rapi sebagai penunjang administrasi K3 yang terintegrasi.

Evaluasi

Proses evaluasi memang sangat diperlukan sebagai bentuk pengukuran efektivitas program/penerapan K3 sudah sedemikian efektif atau belum. Secara praktis biasanya dibentuk suati tim auditor untuk melakukan audit dan verifikasi mengenai penerapan yang dijalankan mengenai sistem manajemen K3.

Pentingnya Perusahaan Melakukan Pengembangan Organisasi

Organizational development (OD) merupakan sebuah metode atau pendekatan yang dilakukan untuk proses pengembangan organisasi yang terencana, sistematis dan berkesinambungan. Dunia bisnis adalah sebuah service company yang bergerak dalam bisnis multi-konsumen. Persaingan bisnis  ke  depan  tidak  hanya  berorientasi pada keunggulan kualitas produk yang dihasilkan, namun harus dibarengi dengan kualitas pelayanan untuk memenuhi ekspektasi konsumen yang terus meningkat seiring dengan perkembangan budaya, tingkat kebutuhan, dan kemajuan teknologi.

Strategi yang digunakan oleh perusahaan maju saat ini adalah menomorsatukan pelayanan untuk menarik minat konsumen maupun stakeholder lainnya karena pelayanan yang baik merupakan kunci penting dalam mencapai kesuksesan kompetisi bisnis global di masa mendatang. Kinerja organisasi yang maksimal tentunya berangkat dari SDM yang berkualitas, perangkat sistem  di  dalamnya, culture serta teknologi yang mendukung. peran organisasi menjadi faktor yang paling signifikan dalam menciptakan keunggulan yang kompetitif, dalam hal ini kinerja karyawan dapat menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi.

Melihat pentingnya fungsi pengembangan organisasi, maka HR/OD  perusahaan dapat melakukan analisa dan perancangan intervensi berdasarkan optimalisasi efektivitas organisasi , antara lain:

  1. Assessmen level organisasi, yaitu melihat efektivitas organisasi untuk pengembangan yang terarah sesuai dari kebutuhan – sumber daya – development – perancangan program intervensi organisasi – output
  2. Assessmen  level  kelompok,  yaitu  melihat  efektifitas  tim  dalam  mencapai  tujuan organisasi untuk pengembangan tim yang terarah sesuai dari kebutuhan – sumber daya – development – perancangan program intervensi organisasi – output
  3. Assessmen level individu, yaitu melihat efektifitas peran individu (staffing) dalam pencapaian tujuan organisasi mencakup resources, system, personality, culture, development, dan lain-lain untuk menciptakan dinamika kelompok dan organisasi secara optimal. Pengembangan individu sesuai dengan kebutuhan – sumber daya – development – perancangan program intervensi organisasi –output.

Pentingnya Program Pelatihan Karyawan Bagi Perusahaan

Salah satu fungsi Human Resources (HR) adalah pengembangan karyawan. Pengembangan karyawan yang dimaksud adalah suatu proses perencanaan dan pengembangan kompetensi karyawan secara sistematis sesuai dengan jenjang kualifikasi jabatan di dalam organisasi perusahaan.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat  optimalisasi  karyawan  di  tempat  kerja. Diantaranya seperti kompetensi, kemampuan skill, produktivitas, motivasi, karakter, sikap kerja, relasi, komitmen dan loyalitas. Faktor-faktor tersebut dapat dikembangkan  secara  signifikan oleh  masing-masing individu secara  komprehensif di  dalam  dirinya. Individu memiliki potensi  diri  yang  dapat dilejitkan sesuai dengan kebutuhan jabatan di dalam organisasi.   Namun seringkali dijumpai adanya GAP yang   tidak relevan dengan fasilitas penunjang yang ada di organisiasi.   Oleh karena itu organisasi dapat memberikan rancangan program yang sistematis untuk membantu peningkatan kompetensi karyawannya guna meningkatkan produktifitas dalam bekerja.

Terdapat beberapa alasan mengapa pedekatan model training harus dilakukan, terutama oleh organisasi. Pertama, organisasi merupakan media yang paling berkepentingan terhadap performansi  anak  buah.  Kedua, fungsi  organisasi  yang  dianggap  paling  tahu  mengenai dinamika psikologis anak buah berkaitan dengan pelaksanaan tugas. Ketiga, kegiatan traning juga dapat dimanfaatkan oleh atasan bukan saja hanya untuk tujuan kuratif, tetapi juga dapat digunakan untuk tujuan pengembangan bawahan. Misalnya untuk memotivasi bawahan agar dapat berprestasi lebih baik atau untuk menciptakan suasana psikologis yang kondusif agar bawahan betah.

Pelatihan adalah metode sistematis dalam pengembangan SDM mencakup aspek knowledge,  skill,  dan  attitude  (KSA). Pelatihan sebagai proses pendidikan jangka pendek  yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis untuk tujuan tertentu.  Salah satu model intervensi untuk peningkatan efektivitas human process, salah satunya dapat menggunakan model intervensi berupa pelatihan dan pengembangan.  Ditambahkan bahwa pelatihan merupakan bentuk intervensi yang dapat digunakan dari hasil diagnosa asesmen  kebutuhan untuk meningkatkan performa individu dan organisasi.

Pelatihan yang efektif harus berdasarkan pada analisa kebutuhan pelatihan. Pelatihan adalah suatu program yang terpadu, sistemik dan tepat   yang   dapat   diimplementasikan   bersama-sama   bagi   seluruh karyawan, dapat meningkatkan kinerja  karyawan  di  perusahaan  terkait perilaku. Suatu  program  pelatihan berjalan efektif dan sistematis apabila sesuai dengan kebutuhan perusahaan untuk diterapkan secara menyeluruh dengan keterlibatan elemen di dalamnya.

Pentingnya Perusahaan Melakukan Asessment Center

Optimalisasi organisasi dipengaruhi oleh peran manajemen SDM dalam pencapaian efektifitas dan pencapaian kinerja. Peran fungsional manajemen SDM, menurut Mathis & Jackson (2000) berfokus pada produktivitas, kualitas dan pelayanan. Pengembangan kompetensi karyawan menjadi tanggungjawab organisasi dalam menjalankan ketiga fungsi pilar mencakup produktivitas, kualitas dan pelayanan.   Organisasi memiliki tanggungjawab formal dalam pengembangan kompetensi para karyawannya.

Pengembangan karyawan di dalam organisasi sebagai sarana pengembangan kompetensi.  Munandar (2004) mengungkapkan bahwa salah satu media yang dapat dilakukan untuk penemukenalan (identification) dari tenaga kerja yang memiliki potensi manajemen pada permulaan dini dari karier mereka adalah melalui penaksiran potensi. Penaksiran potensi atau istilahnya potential review  atau  biasa juga  disebut dengan  assessment center  merupakan proses  sistematis  untuk  menilai  ketrampilan,  pengetahuan dan  kemampuan individu  yang dianggap prediktor bagi keberhasilan kinerja yang optimal.

Assessment Center (AC) adalah suatu metode pengukuran kompetensi individu/karyawan yang berbasis kompetensi. Assessment Center merupakan suatu metodologi untuk mengukur, menilai atau mengevaluasi perilaku individu dalam pekerjaan sehingga hasil dari proses Assessment Center dapat digunakan dalam strategi pengembangan SDM dalam suatu organisasi.

Potential review menurut Munandar (2003: 72) diperlukan sebagai media pengembangan pribadi seseorang agar membantu karyawan untuk mengenali kemampuan-kemampuan mereka. Disamping  itu  juga  dapat  membantu  mereka  untuk  meningkatkan kemampuan- kemampuan tersebut.  Oleh karena itu pelaksanaan potential review terhadap karyawan perlu dilakukan untuk mengukur dan memberikan saran pengembangan yang terarah sesuai dengan tujuan perusahaan.

Optimalisasi Sistem HR di Perusahaan

Kunci keberhasilan perusahaan adalah kemampuan untuk mengatur, mengembangkan, & memelihara sumber daya manusia sebagai aset. Manajemen sumber daya manusia adalah proses pengelolaan Sumber Daya Manusia sebagai aset dengan tujuan utama untuk mencapai visi & misi perusahaan secara optimal.

Keberhasilan HRD dalam mengoptimalkan peran human capital di dalam perusahaan adalah mampu melihat fungsi Sumber Daya Manusia, proses & prosedur  pengelolaan sumber  daya  manusia  yang dijalankan dengan efektif, teratur, dan sistematis.  Keteraturan sistem HRMS menjadi modal dasar dalam aplikasi fungsi HR di dalam perusahaan.

Dalam penerapan sistem HR secara optimal, maka hal-hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan optimalisasi fungsi HR diantaranya: melakukan penyusunan SOP HR, analisa jabatan (Anajab), menyusun job deskripsi, penetapan dan penyusunan kamus kompetensi jabatan (KKJ), penerapan sistem penilaian kinerja berbasis KPI (Key Performance Indicator), melakukan training need analysis (TNA), penyusunan sistem remunerasi, penerapan rekrutmen berbasis manajemen talenta, penerapan harmonisasi hubungan industrial.